NewsBhinneka.id – Umat Muslim di Indonesia akan memulai ibadah puasa Ramadan 1446 Hijriah pada Sabtu 1 Maret 2025, beda awal Ramadan 2025 dengan negara-negara tetangga. Keputusan ini berbeda dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang menetapkan awal puasa pada Minggu, 2 Maret 2025. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai alasan di balik penetapan yang tidak seragam tersebut.
Penjelasan Menteri Agama Tentang Beda Awal Ramadan 2025
Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menjelaskan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh variasi ketinggian hilal dan sudut elongasi di masing-masing negara. Meskipun Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam tergabung dalam forum Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dan menggunakan kriteria yang sama, hasil pengamatan hilal dapat berbeda.
“Kenapa kita lebih awal? Karena perbedaan ketinggian hilal dan sudut elongasinya yang berbeda,” ujar Nasaruddin dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat, 28 Februari 2025. Ia menambahkan bahwa meskipun negara-negara tersebut berdekatan secara geografis, perbedaan kecil dalam posisi bulan dapat mempengaruhi visibilitas hilal.
Di Indonesia, Kementerian Agama melakukan pemantauan hilal di 125 titik pengamatan yang tersebar di seluruh wilayah. Dari seluruh titik tersebut, hilal yang memenuhi kriteria MABIMS berhasil diamati di wilayah Aceh. Pengamatan ini kemudian menjadi dasar bagi pemerintah untuk menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada 1 Maret 2025. “Kita terpaksa harus menunggu sampai wilayah yang paling barat di Aceh, karena hanya itu yang memenuhi persyaratan Imkan Rukyat,” jelas Nasaruddin.
Beda Awal Ramadan 2025 dengan Negara Tetangga
Sementara itu, negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia tidak berhasil mengamati hilal pada hari yang sama. Akibatnya, mereka menetapkan awal puasa pada hari berikutnya, yaitu Minggu, 2 Maret 2025. Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun menggunakan metode dan kriteria yang serupa, hasil pengamatan hilal dapat berbeda bergantung pada kondisi geografis dan atmosfer di masing-masing negara.
Perbedaan penetapan awal Ramadan 2025 antara Indonesia dan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia terutama disebabkan oleh faktor astronomis dan geografi. Ketinggian hilal dan sudut elongasi—jarak sudut antara matahari dan bulan—berperan penting dalam visibilitas hilal. Meskipun negara-negara MABIMS telah menyepakati kriteria bersama, perbedaan posisi lintang dan bujur serta kondisi atmosfer lokal dapat mempengaruhi kemungkinan terlihatnya hilal.
Metode dan Interpretasi: Faktor Penentu Perbedaan Awal Ramadan
Selain faktor astronomis, perbedaan metodologi dan interpretasi dalam penetapan awal bulan juga dapat berkontribusi. Beberapa negara mungkin lebih mengutamakan konfirmasi visual hilal, sementara yang lain mungkin menerima perhitungan astronomis sebagai dasar penetapan. Hal ini mencerminkan keragaman dalam praktik keagamaan dan penafsiran syariat di berbagai negara.
Dalam konteks Indonesia, keberhasilan pengamatan hilal di Aceh menjadi dasar penetapan awal Ramadan. Hal ini menunjukkan pentingnya jaringan titik pengamatan yang luas dan koordinasi antara berbagai lembaga untuk memastikan akurasi dalam penetapan waktu ibadah. Sementara itu, negara-negara tetangga yang tidak berhasil mengamati hilal pada hari yang sama memilih untuk memulai puasa sehari setelahnya, sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam ibadah.
Perbedaan ini seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan dipahami sebagai hasil dari keragaman kondisi dan pendekatan dalam penetapan awal bulan suci. Umat Muslim diharapkan dapat menghormati perbedaan ini dan tetap fokus pada esensi ibadah selama bulan Ramadan.