NewsBhinneka.id – Musisi legendaris Indonesia, Fariz Roestam Munaf atau yang dikenal sebagai Fariz RM, kembali berurusan dengan hukum terkait kasus narkotika. Ia ditangkap oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan di sebuah shuttle travel di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (18/2/2025).
Kronologi Penangkapan
Penangkapan bermula dari informasi masyarakat mengenai transaksi narkoba yang melibatkan seseorang berinisial ADK (42), mantan sopir Fariz RM. Polisi kemudian melakukan penelusuran dan berhasil mengamankan ADK dengan barang bukti berupa ganja. Dari hasil interogasi, diketahui bahwa narkoba tersebut dipesan oleh Fariz RM. Petugas segera bergerak dan menangkap saat ia menunggu pesanan ganja dan sabu di sebuah shuttle travel di Bandung. Saat penangkapan, Fariz RM sempat mengelak, namun polisi menemukan barang bukti yang menguatkan dugaan penyalahgunaan narkoba.
Barang Bukti dan Status Hukum Fariz RM
Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain sabu dan ganja. Fariz RM dan ADK kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) subsider Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Rekam Jejak Kasus Narkoba
Penangkapan ini menambah daftar panjang kasus narkoba yang melibatkan Fariz RM. Sebelumnya, ia pernah ditangkap pada tahun 2007, 2015, dan 2018 dengan kasus serupa. Meskipun telah menjalani rehabilitasi, tampaknya ia belum sepenuhnya lepas dari jerat narkotika.
Kasus penangkapan untuk keempat kalinya ini terkait narkoba mencerminkan kompleksitas permasalahan penyalahgunaan narkotika di kalangan publik figur. Meskipun telah menjalani rehabilitasi, tekanan industri hiburan dan lingkungan pergaulan dapat menjadi faktor pemicu kambuhnya perilaku adiktif.
Selain itu, keterlibatan mantan sopir pribadi sebagai pemasok menunjukkan adanya jaringan distribusi narkoba yang memanfaatkan kedekatan personal. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pemberantasan narkoba tidak hanya harus menyasar pengguna, tetapi juga jaringan terdekat yang berpotensi menjadi pemasok.
Dari sisi hukum, penegakan yang konsisten dan pemberian sanksi tegas diharapkan dapat memberikan efek jera. Namun, pendekatan rehabilitatif juga perlu diperkuat, mengingat penyalahgunaan narkoba seringkali berkaitan dengan masalah psikologis dan sosial yang mendalam.
Secara keseluruhan, kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya edukasi, pencegahan, dan penanganan komprehensif terhadap penyalahgunaan narkotika, khususnya di kalangan figur publik yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.