NewsBhinneka.id – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkapkan bahwa hampir 68% tanah dan kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh hanya 1% kelompok masyarakat. Data ini menyoroti ketimpangan agraria serta distribusi lahan yang semakin mengkhawatirkan di Tanah Air.
Menurut Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Indeks Gini distribusi tanah di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 0,58, menunjukkan tingkat ketimpangan yang signifikan.
Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengindikasikan bahwa 55,95 % rumah tangga petani di Indonesia menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar, sementara sebagian besar lahan produktif dikuasai oleh korporasi besar.
Ketua KPA, Dewi Kartika, menyatakan bahwa monopoli kekayaan agraria terjadi di hampir semua sektor kehidupan rakyat. Dari seluruh wilayah daratan di Indonesia, 71% dikuasai oleh korporasi, meninggalkan sebagian kecil untuk masyarakat umum.
Pemerintah telah berupaya mengatasi ketimpangan ini melalui berbagai program reforma agraria dan redistribusi lahan. Namun, implementasi di lapangan seringkali menghadapi berbagai hambatan, termasuk konflik kepentingan dan birokrasi yang kompleks.
Pengamat agraria dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Sutoro Eko, menekankan pentingnya komitmen politik yang kuat untuk merealisasikan reforma agraria sejati. “Tanpa keberpihakan nyata kepada petani kecil dan masyarakat adat, ketimpangan ini akan terus berlanjut dan berpotensi memicu konflik sosial,” ujarnya.
Ketimpangan penguasaan lahan ini tidak hanya berdampak pada sektor pertanian, tetapi juga mempengaruhi akses masyarakat terhadap perumahan. Data menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan rumah di Indonesia berada di peringkat kelima se-ASEAN, dengan angka 84%, kalah dibandingkan negara tetangga seperti Laos.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam mewujudkan pengelolaan lahan yang lebih adil dan berkelanjutan.