NewsBhinneka.id – Wakiyem, yang lebih dikenal sebagai Mbok Yem, telah meninggal dunia pada usia 82 tahun di rumahnya di Dusun Dagung. Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, pada Rabu (23/4/2025). Selama lebih dari tiga dekade, beliau dikenal sebagai sosok legendaris di kalangan pendaki Gunung Lawu berkat warung sederhana yang ia kelola di ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut (mdpl), menjadikannya warung tertinggi di Indonesia.
Awal Mula dan Perjuangan Mbok Yem
Mbok Yem memulai perjalanannya di puncak Gunung Lawu pada tahun 1980-an, awalnya dengan menjual jamu kepada para pendaki. Seiring waktu, ia mulai menjual kopi, dan akhirnya mendirikan warung yang menyediakan berbagai menu seperti nasi pecel, soto, mi instan, serta minuman hangat dan dingin. Warungnya menjadi tempat istirahat yang nyaman bagi pendaki setelah menaklukkan medan berat gunung tersebut.
Untuk menjaga kelangsungan warungnya, beliau mengandalkan genset sebagai sumber energi listrik sebelum akhirnya mendapatkan bantuan panel surya pada sekitar tahun 2021. Ia juga dibantu oleh kerabat yang secara rutin mengantarkan bahan baku dan kebutuhan lainnya ke warungnya. Meskipun tinggal di puncak gunung, beliau hanya turun gunung sekali setahun. Yaitu saat Lebaran, untuk kembali ke kampung halamannya di Magetan.
Kenangan Para Pendaki
Bagi banyak pendaki, beliau bukan sekadar penjual makanan, melainkan sahabat yang selalu menyambut dengan senyuman dan keramahan. Budi, salah satu relawan Anak Gunung Lawu (AGL), mengenang kenangan tak terlupakan saat tamunya digigit monyet milik beliau . Meskipun Mbok Yem menawarkan uang untuk pengobatan, Budi menolak dengan halus, menunjukkan betapa tulusnya niat Mbok Yem untuk membantu.
Nardi, relawan Candi Cetho, menambahkan bahwa beliau biasanya turun gunung setiap Lebaran dan saat ada hajatan keluarga. Setelah beberapa hari, ia kembali naik untuk melanjutkan aktivitasnya di warung.
Warisan yang Tak Terlupakan Mbok Yem
Kepergian Mbok Yem meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang. Warungnya tidak hanya menjadi tempat peristirahatan fisik, tetapi juga menjadi simbol ketekunan, kedermawanan, dan semangat juang yang tinggi. Meskipun kini warung tersebut telah tutup, kenangan akan beliau dan warung legendarisnya akan terus hidup dalam ingatan para pendaki dan masyarakat sekitar.