Pemprov DKI Jakarta Terbitkan Pergub Baru Terkait Izin Poligami ASN

Pemprov DKI Jakarta Terbitkan Pergub Baru Terkait Izin Poligami ASN
162 Views-

Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) baru yang mengatur tata cara pemberian izin poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Aturan ini tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian, yang ditetapkan oleh Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, pada 6 Januari 2025. Pergub ini memberikan panduan hukum yang jelas untuk pengajuan izin poligami bagi ASN dengan tujuan menjaga profesionalisme dan integritas di lingkungan pemerintahan.

Izin poligami bagi ASN diatur secara khusus pada Pasal 4 Pergub tersebut. Pasal ini menetapkan bahwa ASN pria yang ingin beristri lebih dari satu wajib mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan pernikahan.

Apabila ASN melanggar aturan ini dan tidak mengurus izin terlebih dahulu, maka ia akan dikenakan sanksi berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pemeriksaan akan dilakukan untuk menentukan hukuman dengan mempertimbangkan dampak pelanggaran, serta alasan yang meringankan atau memberatkan. Berikut isi lengkap Pasal 4:

  1. Pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum melangsungkan perkawinan.
  2. Pegawai ASN yang tidak memperoleh izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal ditemukan alasan yang meringankan atau memberatkan bagi Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hukuman disiplin dijatuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan dengan mempertimbangkan dampak pelanggaran.
  4. Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.

Namun, aturan ini memicu beragam kritik dan pertentangan dari berbagai pihak. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa aturan ini masih belum sejalan dengan upaya memperjuangkan kesetaraan gender di lingkungan kerja pemerintahan.

Poligami, menurut sebagian besar pengamat, dapat mencerminkan ketimpangan relasi gender yang seharusnya menjadi perhatian penting dalam era modern ini. Selain itu, adanya kebijakan yang mensyaratkan izin pejabat berwenang dianggap terlalu jauh mencampuri urusan privat ASN. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang batasan antara regulasi publik dan kehidupan pribadi ASN.

Tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi karena dinilai kurang relevan dengan nilai-nilai reformasi birokrasi yang menitikberatkan pada efisiensi, profesionalisme, dan integritas.

Alih-alih mengatur poligami, pemerintah diminta untuk lebih memprioritaskan kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan ASN dan keluarganya, seperti pengelolaan kinerja dan perlindungan hak-hak keluarga ASN.

Dengan adanya kritik ini, Pemprov DKI Jakarta diharapkan membuka ruang dialog dan diskusi yang lebih luas, baik dengan masyarakat umum maupun organisasi terkait, guna memastikan bahwa aturan yang diimplementasikan tidak hanya sesuai dengan kebutuhan birokrasi, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai keadilan sosial dan etika modern.