Rupiah Melemah Signifikan, Menembus Rp17.000 per Dolar

Rupiah Melemah Signifikan, Menembus Rp17.000 per Dolar
70 Views-

NewsBhinneka.id – Pada 4 April 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah, mencapai level terendahnya di angka Rp17.006/usd. Penurunan ini mencatatkan titik terendah yang memicu kekhawatiran di pasar keuangan. Berbagai faktor ekonomi global dan domestik yang saling berhubungan menyebabkan anjloknya mata uang Indonesia. Salah satu faktor utama adalah ketidakpastian pasar internasional, yang semakin diperburuk oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Donald Trump. Kebijakan tarif tinggi terhadap sejumlah produk Indonesia memperburuk defisit neraca perdagangan, yang pada akhirnya menekan stabilitas rupiah.

Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk Pekerja

Kondisi ekonomi yang semakin buruk tidak hanya berdampak pada nilai tukar, tetapi juga berisiko memperburuk kondisi sosial-ekonomi dalam negeri. Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), memperingatkan bahwa lebih dari 50.000 buruh di sektor industri yang terkena dampak langsung akan terancam kehilangan pekerjaan. Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh AS, menurut Iqbal, memicu pelemahan daya saing industri dalam negeri. Hal ini diperkirakan akan menyebabkan perusahaan-perusahaan dalam sektor tersebut terpaksa mengurangi tenaga kerjanya, atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Iqbal menambahkan bahwa ancaman PHK ini menjadi semakin nyata menjelang Lebaran. Beberapa sektor industri yang sangat bergantung pada ekspor, seperti manufaktur dan tekstil, semakin tertekan karena biaya produksi yang membengkak akibat tarif yang lebih tinggi. Jika kebijakan tarif AS tidak segera diselesaikan, maka risiko PHK massal akan semakin besar, memperburuk pengangguran di Indonesia.

Tantangan dan Langkah-langkah Pemerintah untuk Menstabilkan Rupiah yang Melemah

Untuk menghadapi tantangan besar ini, Bank Indonesia (BI) berusaha melakukan intervensi di pasar valuta asing dengan harapan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah. Meski demikian, upaya tersebut dinilai belum cukup untuk meredakan tekanan yang datang dari faktor eksternal dan domestik. BI terus berupaya mengoptimalkan kebijakan moneter, namun tantangan yang ada memerlukan langkah yang lebih luas dan terpadu.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia harus segera merancang kebijakan ekonomi yang lebih komprehensif. Termasuk mendukung sektor-sektor industri yang mampu meningkatkan daya saing jangka panjang. Pemerintah juga perlu menggandeng sektor swasta untuk menciptakan solusi bersama yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.